SANG PERANTAU

Di kamar kost ukuran 3 X4 itu, ia kembali teringat kehidupannya belasan tahun silam. Diarahkannya pandangannya tepada pada sebuah foto anak kecil berukuran 4 R, berusia kira-kira 9 tahun berseragam SD, bergantung di dinding kamarnya yang tak lain adalah dirinya, namanya Raka Hasbullah

Ia berasal dari sebua desa di bagian Utara Kalimantan Barat jarak tempuh desa asalnya dengan kota Pontianak cukup jauh, kira-kira 2 hari perjalanan menggunakan klotok [perahu mesin kecil, red]

Ia dilahirkan dari sebuah keluarga sederhanan namun religius juga demokratis. Orang tuanya selalu menanamkan, mengajarkan serta member tauladan yang baik ajaran-ajaran agam islam yang mereka anut kepada anak-anaknya. Ayahnya bekerja sebagai guru sd di kampung halamannya. Sedangkan ibunya hanya seorang ibu rumah tangga. Akan tetapi beliau merupakan seorang wanita yang luar biasa, setiap subuh beliau membuat kue dan dititipkan ke warung-warung di sekitar tempat tinggal mereka. Malam harinya beliau dengan sabar memeriksa tugas-tugas sekolah anak-anaknya serta mangajarkan mereka dengan penuh kasih sayang.

Raka juga mempunyai 4 orang saudara kandung, ia merupakan anak ke 4 dari 5 saudara. Dari ke 4 saudaranya ia yang paling pendiam juga agak pemalu, tetapi ia merupakan anak yang cukup cerdas. Mereka ber 5 mempunyai karakter yang berbeda-beda. Ada yang melankolis, humoris, periang, pendiam dan pemalu, akan tetapi justru hal itulah yang membuat mereka terlihat kompak, saling melengkapi satu yang lainnya. pada saat mereka ada yang lainnya bertengkar, maka yang lainnya menengahi dan mendamaikannya kembali.

Semenjak Raka berusia umuran anak SD, ia pernah berjualan kue dengan mengayuh sepeda buntut pada pagi hari bersama saudaranya. Ia pun senang hati melakukannya, apalagi kalau kuenya habis semua.

Setelah lulus dari pendidikan dasar, atas saran dari kedua orangtuanya. lalu ia melanjutkan pendidikan menengah pertamanya yakni di Pondok Pesantren.

Di pondok pesantren, ia mulai merasakan kehidupan yang agak sulit. Ditahun-tahun pertama di pondok pesantren ia merasa cukup berat berpisah dari keluarganya. Apalagi selama di pondok tersebut yang namanya penyakit kulit tidak bisa dihindari, saking kebersamaannya kuat, penyakit itu pun menyebar ke teman-temannya yang lain. dan juga apabila di rumah ia biasanya tinggal bilang sama orang tuanya atau pun saudara-saudaranya dala mmengerjakan sesuatu. Kini ia harus mengerjakan sesuatu hal sendiri mulai dari yang terkecil hingga yang besar, mulai dari makan, mencuci, menyetrika dan sebagainya. Ibaratnya dari bangun tidur hingga tidur lagi ia kerjakan sendiri!!! Akan tetapi dari sinilah tumbuh kemandirian dan rasa tanggung jawab dalam dirinya.

Di pondok pesantren pula ia bertemu dengan anak-anak yang berasal dari belakang keluarga, suku, adat serta sifat dan kebiasaan yang berbeda-beda. Tetapi ia merasa lebih mudah bergaul dengan anak-anak yang berasal dari satu daerah yang sama dengannya, disebabkan sifat pendiam dan pemalunya, akan tetapi hal itu tidak berlangsung lama, walaupun dengan melewati sebuah proses adaptasi yang tidak mudah. Raka perlahan-lahan mulai mudah bergaul dengan teman-temannya yang berbeda adalah daerah dengannya.

Hari-hari di pondok pesantren dihabiskan dengan pendidikan atau sekolah formal, maupu kegiatan-kegiatan wajib pondok pesantren seperti tahsin, belajar bahasa arab, dll. Selain itu pula terdapat kegiatan ekstrakulikuler yang ditawarkan seperti voli, silat, pramuka, dll. Tetapi ia lebih tertarik untuk mengikuti eskul silat. Dari segi akademi Raka termasuk salah satu siswa yang diunggulkan di pondok pesantren, pernah ia memenangkan perlombaan bermain badminton yang diadakan oleh lembaga. Menjelang ujian nasional Raka bersama dengan teman-temannya malah asyik main sepak bola di halaman belakang asramanya. Maklmum rata-rata hobi sekali dengan permainan tersebut.

Tiga tahun berlalu, masa pendidikannya di Ponpes telah usai, ia lulus dengan hasil yang memuaskan, tetapi kemudian ia bingung untuk meneruskan ke jenjang seterusnya. Lalu ia dan teman-temannya berembuk dan sepakat untuk meneruskan pedidikan mereka ke salah satu Madrasah Aliyah yang ada di kota Singkawang.

Di kota Singkawang, ia tinggal disebuah masjid yang tidak jauh dari sekolahnya tersebut. Biasanya setiap hari tugasnya membersihkan masjid, menjaga keamanan dan mengumandangkan azan, dll. Semenjak awal masuk di Madrasah tersebut belum ada kegiatan yang begitu ia minati, hanya saja Raka pernah mengikuti perlombaan paskibra yang diadakan oleh STIE Singkawang. Ketika Raka naik ke kelas 2 [dulu kelas 11], Raka mencalonkan diri sebagai ketua osis. Entah apa yang ia pikirkan saat itu sampai-sampai ia berani mencalonkan diri. Namun ia terpilih sebagai wakil osis, disebabkan persaingan yang ketat sekali. Lagi-lagi kegiatan 17 Agustusan STIE kembali mengadakan ajang perlombaan paskibra, Alhamdulillah kegiatan yang dikuti Raka memberikan hasil yakni dapat peringkat harapan 1. Tak lupa rasa syukur Raka dan teman-temannya untuk dalam kemenangan tersebut, membuat nasi tumpeng yang dikerjakan sampai tidak tidur, keesokan paginya raka bersama teman-temannya menjadi petugas upacara 17 Agustus.

Keberadaan Raka dan teman-temannya di sekolah tersebut memberikan dampak positif bagi sekolah itu, banyak sekali terobosan yang telah dilakukan pada masa Rasa sekolah dengan kerja sama program pembina osis dan kepala sekolah. Antaranya adalah promo sekolah, terbentuknya tim nasyid dan kasidah, dan juga pada angkatannya dibuatnya film dokumenter tentang profil sekolahnya tersebut.

Di tingkat kelas 2 MA itu pernah ia mengalami perasaan lain kepada lawan jenisnya. Yakni kepada adik kelasnya. Setiap berpapasan atau tak sengaja bertemu pandang ia begitu rasa dekat dengannya. Pipinya pun ikut merona. Tetapi hingga waktu tiba kelulusan perasaaan yang hampa tersebut tak mampu terungkapkan kepada adik kelanya.

Tiada terasa kini ia 3 tahun bersekolah di MA, Raka lulus dengan nilai cukup dan ia pun melanjutkan ke jenjang berikutnya yakni kuliah. Dengan niat tulus untuk kuliah semangat untuk mengejar cita-cita akhirnya sosok yang tidak terpikir oleh Raka kini ia menjadi Mahasiswa. Semenjak awal kuliah ia begitu antusias dalam mengikuti mata kuliah. Suatu ketika salah satu UKM yang ada di kampusnya tersebut membuka pendaftaran anggota baru, tanpa pikir panjang Raka pun bergabung dalam UKM tersebut. Waktu berlalu Raka diberikan kepercayaan untuk memegang amanah menjadi pengurus dari organisasi yang diikuti di kampusnya itu. Raka tidak merasa terbebani dengan kegiatan selain kuliah tersebut, malah ia semakin memotivasi dirinya.

Selain kuliah Raka juga mengajar anak TPA dan privat les. Dengan kegiatan yang cukup padat itu Raka membagi waktunya dengan cermat sehingga antara kuliah dengan kegiatan luar dapat disesuaikan. Aktivitas yang padat Raka disela-sela waktu luang sering ia manfaatkan untuk ngeblog, browsing internetan. Membuat makalah, diskusi, kegiatan rutin Raka semenjak kuliah.

Persiapan membuat skripsi pun ia sudah persiapkan dengan matang, kini diusianya yang ke-23 ia menyelesaikan studi strata satu (S1) nya dengan nilai memuaskan. Ia menjadi bukti bahwa anak kampung dapat berhasil. Tentu dengan perjuangan yang tidak mudah harus diiringi kerja keras, komitmen serta doa. (end)

Penulis adalah : steofandi fizari

Mahasiswa STAIN




Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.